Sejarah Puri Agung Negara
Puri Agung Negara merupakan salah satu peninggalan bersejarah yang menjadi saksi kejayaan Kerajaan Jembrana. Pada masa kejayaannya, kerajaan ini berkembang sebagai pusat perdagangan utama di Pulau Bali, dengan Bandar Pancoran (Loloan) sebagai pusat aktivitas dagang. Keberadaan kerajaan ini tidak hanya berpengaruh dalam aspek ekonomi, tetapi juga membentuk struktur sosial yang unik di wilayah Jembrana.
Perdagangan dan Hubungan dengan Suku Bugis dan Makassar
Salah satu faktor utama yang mendorong kemajuan Kerajaan Jembrana adalah hubungan dagangnya dengan para pedagang dari Suku Bugis dan Suku Makassar. Pedagang-pedagang muslim dari Sulawesi ini membawa berbagai komoditas berharga, seperti rempah-rempah dan hasil bumi, yang diperdagangkan di Jembrana. Interaksi ini tidak hanya berdampak pada perkembangan ekonomi, tetapi juga memperkaya budaya dan kehidupan sosial di wilayah tersebut.
Konflik dengan Kerajaan Buleleng
Pada tahun 1828, Kerajaan Jembrana mengalami konflik dengan Kerajaan Buleleng. Perseteruan ini dipicu oleh kemakmuran Jembrana yang membuat kerajaan-kerajaan lain merasa terancam. Akibatnya, Raja Jembrana, Anak Agung Putu Seloka, harus mengungsi ke Banyuwangi dengan menggunakan perahu-perahu dari Bugis. Peristiwa ini menandai babak baru dalam sejarah Jembrana, yang kemudian mengalami berbagai perubahan politik dan sosial.
Puri Agung Negara Saat Ini
Hingga saat ini, bangunan Puri Agung Negara masih berdiri kokoh di kawasan Kampung Loloan. Puri ini menjadi simbol kejayaan masa lalu dan warisan budaya yang tetap lestari. Keberadaannya tidak hanya menarik perhatian sejarawan dan peneliti, tetapi juga menjadi daya tarik wisata sejarah bagi para pengunjung yang ingin mengenal lebih dalam tentang Kerajaan Jembrana dan perannya dalam perdagangan di Bali.